bisa bertindak seenaknya. Walaupun begitu, kuasa hukum Ike mewakilkannya dan menunjukan
itikad baik dengan menghadiri mediasi rabu lalu. Pada mediasi itu, kuasa hukum menyatakan Ike telah terdzalimi sebagai seorang pembeli.
Puluhan surat yang telah dikirimkan kepada PT EPH tetap tak kunjung mendapat balasan. Itikad
baik Ike seharusnya menjadi perhatian pihak pengembang untuk memberikan keadilan, namun mediasi ini justru menjadi kesempatan bagi pengembang untuk memutarbalikkan fakta terhadap kepemilikan unit Ike. Padahal sudah dari kapan tahu menurut putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap, Ike-lah pemilik sah Unit Apartemen tersebut. Mediasi dibuka dengan bantahan yang mengejutkan dari pihak PT EPH. “Sejak awal PT EPH tidak pernah mengehendaki adanya pemutusan aliran listrik dan air, karena hingga saat ini kepemilikan unit masih atas nama PT EPH karena belum dilakukan PPJB & AJB atas unit tersebut. Sehingga sebelum dilakukan pemutusan ini hanya merupakan bentuk pengecekan dan membuktikan bahwa listrik dan air
menyala.” Ujar Iqbal selaku kuasa hukum PT EPH.
Menanggapi itu, kuasa hukum Dr. Ike Farida, Putri Mega Citakhayana menyatakan “kok
pengecekan? Kita saja tidak pernah diinfokan. Tapi yasudah mediasi ini berguna untuk mencari solusi jadi ayuk kita selesaikan. Toh sudah keluar perintah dari Kepala PN juga agar kalian melaksanakan PPJB dan AJB. Jadi kapan listrik dan air akan dinyalakan?” Namun Ai Siti Fatimah selaku Legal PT EPH langsung bersabda “Ya gamau. kita kan masih ada upaya hukum juga”.
Menanggapi sikap PT EPH yang mencoba mangkir dari tanggung jawabnya, kuasa hukum Ike menegaskan bahwa Ike adalah pemilik yang sah secara hukum. “Marilah kita berpedoman pada
putusan yang berkekuatan hukum tetap. Eksekusi secara sukarela dari pihak PT EPH sudah dilakukan, kalian yang sudah memberikan kunci dan akses berdasarkan Putusan PK No. 53 PK/Pdt/2021. Itu sudah jelas status Dr. Ike sebagai pembeli yang beritikad baik dan berhak atas unit apartemen Casa Grande kan kalian juga yang kasih kunci.” Ujar Putri Mega Citakhayana, kuasa hukum Ike. Dapat terbaca pertanyaan besar pada saat mediasi tersebut: Bagaimana ceritanya PT EPH bisa bilang “gamau”nuruti sama putusan MA?
“Bahkan, upaya hukum apalagi? Kan eksekusi sudah terlaksanakan. Mohon taati peraturan yang berlaku mba, mas.” Lanjut Putri kepada kuasa hukum PT EPH. Alasan-alasan yang sengaja dibuat-buat Pihak EPH mencerminkan ketidakpatuhannya terhadap
Putusan MA. PT EPH tetap tidak mengakui Ike sebagai pemilik unit apartemen dan tetap tidak
mau menyalakan fasilitas dasar unit Ike. Walaupun Ike adalah pembeli yang sudah
dimenangkan sesuai dengan hukum yang berlaku secara final dan mengikat. Bukannya malah
mengakui kesalahannya dan minta maaf, PT EPH terang-terangan menindas Ike lebih lanjut.
Alya Hiroko Oni, Putri kandung Dr. Ike Farida mengungkapkan kesedihannya atas kesewenang-
wenangan yang dilakukan PT EPH terhadap ibunya. “Butuh 10 tahun bagi ibu saya untuk menabung demi memiliki hunian sendiri, namun bukan saja setelah lunas PT EPH tidak memberikan unit apartemennya, sekarang ketika sudah ada putusannya saja, mereka menolak untuk menaati putusan tersebut. Kami sebagai rakyat kecil harus bagaimana?” Ujar Alya dengan mata berkaca-kaca. Pada akhir mediasi tersebut, instansi kepemerintahan yang hadir prihatin dengan keadaan Ike seperti Suku Dinas Jaksel, Biro Hukum, dan Kecamatan serta pihak lainnya turut menghimbau PT EPH untuk menyalakan listrik dan airnya karena alasannya tidak termasuk alasan yang sah menurut Pasal 102C Pergub 70/2021. Namun lagi-lagi PT. EPH menolak anjuran tersebut. Pada akhir dari mediasi tersebut, kuasa hukum Dr. Ike Farid. (Marlon).