REPORTASE JAKARTAJAKARTA — Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. ST Burhanuddin, S.H., M.M., menegaskan pentingnya penerapan pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau Kesepakatan Penundaan Penuntutan sebagai terobosan baru dalam penegakan hukum pidana di Indonesia.
Dalam Keynote Speech pada Seminar Nasional bertema “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Penanganan Perkara Pidana”, Jaksa Agung menjelaskan bahwa penerapan DPA merupakan wujud pembaharuan hukum pidana nasional. “Penegakan hukum pidana bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. DPA harus dilaksanakan dengan akuntabilitas, transparansi, serta berlandaskan pada pendekatan restoratif, korektif, dan rehabilitatif,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung juga menjelaskan bahwa penerapan DPA lazim digunakan di negara-negara dengan sistem common law sebagai instrumen untuk memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korporasi. Di Indonesia, konsep ini relevan untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara sekaligus mencegah pemborosan anggaran dalam proses penegakan hukum.
Dalam forum ilmiah tersebut, Jaksa Agung juga menggarisbawahi sejumlah isu strategis yang perlu menjadi bahan kajian dan rekomendasi, antara lain identifikasi korporasi sebagai subjek delik yang dapat dikenakan DPA dan optimalisasi Follow The Asset dan Follow The Money dalam pelaksanaan DPA.
Jaksa Agung menekankan bahwa pembaharuan hukum acara pidana melalui DPA bukanlah upaya melemahkan hukum, tetapi justru memperkuat fungsi hukum sebagai instrumen pemulihan dan pembangunan budaya hukum yang lebih baik. “Ini adalah momentum penting dalam sejarah reformasi peradilan pidana Indonesia. Penegakan hukum bukan hanya menghukum, tetapi juga memulihkan, memperbaiki, dan membangun kepercayaan publik terhadap hukum,” tegasnya.
Seminar Nasional ini merupakan rangkaian peringatan Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia ke-80 tahun 2025 dan dihadiri oleh berbagai tokoh nasional, akademisi, praktisi hukum, hingga perwakilan masyarakat sipil.
Jaksa Agung berharap bahwa penegakan hukum pidana di Indonesia dapat menjadi lebih efektif dan efisien dalam menangani perkara pidana korporasi. Jaksa Agung juga berharap bahwa masyarakat dapat memahami pentingnya penerapan DPA dalam penegakan hukum pidana.
Dalam kesempatan ini, Jaksa Agung juga mengajak semua pihak untuk terus mendukung upaya penegakan hukum pidana di Indonesia dan membangun budaya hukum yang lebih baik. Dengan demikian, diharapkan penegakan hukum pidana di Indonesia dapat menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
(Larty).