REPORTASE  JAKARTA

JAKARTA –Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui 7 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) setelah dilakukan ekspose secara virtual pada Kamis, 21 Agustus 2025. Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Saipul Palisoa alias Ipul dan Tersangka Samsul Bahri Palisoa dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat.

Kedua tersangka disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan atau Pengeroyokan, dengan ancaman pidana penjara masing-masing 2 tahun 8 bulan dan 5 tahun 6 bulan. Perkara bermula pada 16 Juni 2024 di Dusun Masika Jaya, Desa Waesala, Kecamatan Huamual Belakang, Kabupaten Seram Bagian Barat.

Tersangka terlibat percekcokan dengan korban Wa Nia Tamarele dan Jukisno Renyaan alias Kino yang berujung pada pemukulan. Akibat perbuatan para tersangka, korban mengalami luka bengkak di kepala dan jari tangan sebagaimana tercantum dalam hasil Visum et Repertum RSUD Piru. Dalam proses perdamaian pada 8 Agustus 2025, kedua tersangka mengakui perbuatannya, menyesal, serta berjanji tidak akan mengulanginya.

Korban dan keluarganya menerima permintaan maaf tanpa syarat. Perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan. Berdasarkan pertimbangan yuridis dan sosiologis, Kejaksaan Tinggi Maluku mengusulkan penghentian penuntutan melalui mekanisme keadilan restoratif yang kemudian disetujui oleh JAM-Pidum.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.

Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 6 tersangka lainnya dari Kejari Kabupaten Banjar, Kejari Deli Serdang, Kejari Nias Selatan, Kejari Sambas, dan Kejari Jakarta Selatan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain: Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

Dengan demikian, Kejaksaan Agung menunjukkan komitmennya untuk menyelesaikan perkara dengan cara yang adil dan bijaksana, serta memprioritaskan kepentingan masyarakat dan korban. Penerbitan SKP2 Berdasarkan Keadilan Restoratif diharapkan dapat membawa kepastian hukum dan perdamaian bagi semua pihak yang terlibat.

Penerbitan SKP2 Berdasarkan Keadilan Restoratif juga diharapkan dapat mengurangi beban perkara di pengadilan dan memfokuskan pada penyelesaian perkara yang lebih kompleks dan berdampak besar pada masyarakat.

(Larty).

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

toto slot