“Pendekatan ini menempatkan dialog dan komunikasi bersama stakeholder terkait untuk mau bersama-sama mendengarkan aspirasi yang disampaikan,” jelasnya. Namun demikian, Sigit mengingatkan adanya potensi penyusupan yang bisa memicu kericuhan.
“Di sisi lain, realita dinamika di lapangan menunjukkan bahwa beberapa kegiatan penyampaian pendapat tidak hanya diikuti oleh pengunjuk rasa, tetapi juga ditumpangi oleh perusuh yang membuat kegiatan bergeser menjadi tindakan yang kontraproduktif yang berdampak pada tindakan anarkis, kerusuhan, dan korban jiwa,” ujarnya. Kapolri memastikan jajaran Polri akan merespons sesuai prosedur demi meminimalkan dampak kericuhan dan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia.
“Dalam menghadapi situasi tersebut, Polri senang bisa hadir untuk melindungi hak-hak masyarakat lain yang terganggu dengan tetap menjunjung tinggi HAM. Polri telah memiliki serangkaian SOP dalam penanganan unjuk rasa,” kata dia. Melalui forum ini, Sigit berharap lahir gagasan konstruktif untuk meningkatkan profesionalisme kepolisian dalam penanganan aksi massa sekaligus menjaga ruang demokrasi. “Semoga forum diskusi ini dapat menjadi wadah strategis untuk merumuskan gagasan-gagasan konstruktif guna mewujudkan Polri yang lebih profesional dan dekat dengan masyarakat, serta adaptif dalam upaya memelihara stabilitas kamtibmas negeri,” ungkapnya. “Khususnya dalam menjaga dan mewujudkan ruang demokrasi yang menjadi hak warga negara, sehingga suara kritis dapat terus disampaikan dalam rangka check and balances sebagai alat kontrol,” sambung dia