Reportasejakarta.com-Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) perlu membentuk platform gotong royong para intelektual bangsa yang sesuai dengan pembangunan manusia Indonesia, khususnya membentuk SDM terbarukan.

Demikian diungkapkan Bimo Sasongko, bakal calon (balon) Ketua Umum IA ITB Periode 2021-2025, dalam press release-nya yang diterima Reportasejakarta.com, Jumat (29/1).

“Selama ini para intelektual bangsa lebih suka kerja sendiri dan terlalu sibuk dengan ambisi masing-masing. Akibatnya, progres bangsa tersendat dan indeks daya saing SDM bangsa belum menggembirakan,” kata alumni Jurusan Teknik Informatika angkatan 1990 itu.

Karena itu, menurut Bimo, perlu terobosan dalam pembangunan manusia agar bisa membuahkan produktivitas yang tinggi serta meningkatnya nilai tambah lokal. Saatnya kerja yang cerdas dan berkualitas, bukan kerja asal kerja karena dampak pandemi Covid-19 telah mendorong dunia melakukan tatanan baru.

Intelektual Indonesia, katanya melanjutkan, selama ini kerja bersama disemangati oleh nilai tradisi keindonesiaan yang telah membumi berabad-abad. Esensi kerja bersama adalah holopis kuntul baris yang identik dengan perilaku gotong royong ajaran leluhur bangsa. Lalu diformulasikan secara ideologis oleh seorang alumnus ITB, yakni presiden pertama RI, Soekarno, dan dilanjutkan oleh presiden ketiga, B.J. Habibie.

Makna terdalam yang terkandung lembaga pendidikan tinggi seperti ITB, yang 3 Juli 2020 berusia 100 tahun, adalah menyiapkan sebanyak mungkin SDM iptek yang unggul. Baik SDM yang menggeluti hi-tech (teknologi canggih) maupun teknologi tepat guna sangat dibutuhkan oleh usaha rakyat.

“Untuk mencetak dua kategori SDM iptek tersebut dibutuhkan program yang progresif dan luar biasa. Menyiapkan SDM tanpa mewujudkan demokratisasi teknologi tidak akan optimal. Generasi milenial Indonesia sebagian besar hanya menjadi obyek produk teknologi dari luar negeri. Generasi milenial semakin kecanduan konsumerisme produk teknologi tanpa berdaya menumbuhkan nilai tambahnya,” tutur lelaki kelahiran Bandung, 4 Februari 1972 itu.

IA ITB memiliki peran untuk mengatasi kebutuhan ruang kreativitas dan inovasi segenap milenial bangsa. Sehingga, proses demokratisasi teknologi nantinya bisa terwujud. Apalagi tren menunjukkan bahwa korporasi dunia sedang menekankan inisitif dan program demokratisasi teknologi,”kata Bimo.

“Kini saatnya segenap IA ITB bisa tampil sebanyak-banyaknya menjadi skunk works pembangunan agar bangsa ini bisa melakukan lompatan yang dramatis seperti Leprechauns si pelompat yang luar biasa,” ungkap Bimo yang telah malang-melintang menimba ilmu di berbagai perguruan tinggi di luar negeri itu.

Leprechauns, telah menjadi legenda sekaligus ikon kemajuan bangsa Irlandia. Negari di Eropa itu adalah negeri yang berhasil melakukan lompatan besar sehingga dalam waktu yang singkat (kurang dari satu generasi) bisa mewujudkan kemajuan dan kemakmuran.

Negeri yang bangga mendapat julukan sang Leprechauns itu kini memiliki pendapatan nasional per kapita yang lebih tinggi daripada Jerman, Prancis, dan Inggris,”lanjutnya lagi.

“Memang, mencetak generasi emas Indonesia tidak semudah membalikkan tangan. Harus ada usaha keras untuk melepas belenggu sistem pendidikan nasional, lalu dibutuhkan inisiatif jitu yang sesuai semangat zaman. Karena, pendidikan menjadi kunci kemajuan dan cara terbaik untuk meningkatkan martabat bangsa,” kata President Director and CEO Euro Management Indonesia itu.

Proses pendidikan, menurut pandangannya, mestinya tidak terjebak dalam rutinitas dan formalitas belaka. Tetapi, harus ada terobosan yang bersifat inovatif, kreatif, dan transformatif dalam hal mencetak generasi emas menuju bangsa yang maju.

(Red).

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *