REPORTASE  JAKARTA

Jakarta- Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.

Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain bukanlah merupakan sebuah negara yang sejahtera. Mengapa demikian?

Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.

Hal tersebut di sampaikan oleh
Suparji Ahmad Guru Besar Ilmu Hukum melalui siaran pers tertulisnya di Jakarta, Selasa (01/10/2024).

Suparji Ahmad mengatakan bahwa
Korupsi di Indonesia merupakan penyakit sosial yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan kekuasaan.

Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau bangsa ingin maju, maka korupsi harus diberantas sampai tuntas. Jika tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

Pada akhir bulan September 2024, Pidsus Kejagung menghentakan lagi penindakan tindak pidana korupsi sawit pada PT. Duta Palma dengan menyita Rp450 Milyar hasil korupsi, persidangan tipikor PT. Timah pun mulai terkuak nama yang membuat kita terkaget-kaget.

Pada saat yang bersamaan pula Kejaksaan baik secara kelembagaan dan personal menjadi sasaran tembak, dan semua isu yang dibangun adalah isu lama bukan sesuatu yang baru.

Saya, Suparji, guru besar hukum universitas Al Azhar selaku pemerhati hukum, melihat ada yang aneh dalam pemberitaan-pemberitaan media terhadap kejaksaan akhir-akhir ini.

Menurut hemat saya, menghadapi koruptor kejaksaan tidak boleh kendor, teruskan tindak koruptor demi Indonesia yang lebih baik. Biarkan rakyat menilai bahwa isu-isu negatif tentang kejaksaan hanyalah dari mereka yang tampaknya mengharap durian runtuh di ujung pemerintahan Presiden Jokowi.
Lagi-lagi syahwat menjadi pemimpin di Korp Baju Coklat ini seolah menjadikan lembaga kejaksaan menjadi objek penderita di tengah semangat basmi korupsi,Ucapnya.

Di akhir tulisan ini, saya berharap penindakan korupsi tetaplah berjalan, dan rutin pergantian kabinet, janganlah dicampur aduk, biarlah rakyat akan menilai melalui kerja-kerja nyata para pemimpin korp Adhyaksa, tutur Suparji mengakhiri. (Red).

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *