Pasal 98 ayat (1):
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.” Berdasarkan temuan lapangan, aktivitas PETI di Sepauk disinyalir menggunakan BBM subsidi jenis solar untuk mengoperasikan mesin tambang. Tindakan ini melanggar: UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (MIGAS)
Pasal 55 Jo. Pasal 53 huruf c:
Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM subsidi dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar. Lebih lanjut, aliran dana dari hasil PETI yang tidak dilaporkan dan tidak dikenai pajak diduga masuk ke dalam tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dimaksud dalam: UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Pasal 3:
“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, membelanjakan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana, untuk menyamarkan asal usul harta kekayaan, dipidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.” Masyarakat Sepauk dan Sintang secara luas mendesak: 1. Kapolda Kalimantan Barat dan Mabes Polri membentuk tim khusus untuk mengusut tuntas dugaan pembiaran tambang emas ilegal di wilayah ini. 2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera melakukan audit lingkungan dan penegakan hukum terhadap pelaku. 3. PPATK dan Ditjen Pajak menelusuri potensi pencucian uang dan penggelapan pajak dari hasil PETI di wilayah Sintang. Di tengah krisis lingkungan dan ekonomi, pembiaran terhadap praktik pertambangan emas ilegal bukan hanya merusak ekosistem dan mencederai rasa keadilan, tetapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap negara dan aparatnya. Presiden dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit telah berulang kali menegaskan bahwa tambang ilegal harus diberantas. Kini, publik menunggu tindakan nyata, bukan sekadar pernyataan. Tim Redaksi