REPORTASE  JAKARTA

Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 6 (enam) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin, 14 Juli 2025.

Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Joni alias Jon bin Sudirman dari Kejaksaan Negeri Sekadau, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan. Tersangka menyembunyikan 9 janjang kelapa sawit dengan berat total 220 kilogram di area perkebunan kelapa sawit PT Permata Hijau Sarana (PHS) dan menyebabkan kerugian sebesar Rp632.280,00.

Dalam proses pemeriksaan, Tersangka mengakui perbuatannya dan menyampaikan penyesalan mendalam. Kepala Kejaksaan Negeri Sekadau Adyantana Meru Herlambang, S.H., M.H., Kasi Pidum Sondang Edward Situngkir, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Ikhwan Ikhsan, S.H. menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian yang berlangsung pada 14 Juli 2025, Korban menyatakan telah memaafkan Tersangka tanpa syarat dan sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ke persidangan. “Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020,” pungkas JAM-Pidum.

Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 5 (lima) perkara lainnya. Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain: Telah dilaksanakan proses perdamaian, Tersangka belum pernah dihukum, dan Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

Dengan demikian, Kejaksaan RI terus berupaya untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat melalui mekanisme restorative justice. Proses perdamaian yang dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi, diharapkan dapat membawa manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.

Kejaksaan RI berharap bahwa penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice dapat menjadi contoh bagi masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara yang damai dan konstruktif. Dengan demikian, masyarakat dapat hidup lebih harmonis dan tenteram.

(LARTY).

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

toto slot