REPORTASE JAKARTAJAKARTA — Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 4 (empat) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin, 11 Agustus 2025.
Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif adalah terhadap Tersangka Robert Lorens Nap, S.IP, dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. Perkara ini bermula ketika Tersangka terlibat adu mulut dengan saksi Tresya Paula Jane di halaman Kantor Bank Perekonomian Rakyat Modern Express Cabang Supiori.
“Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Para Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” kata JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.
Dalam perkara tersebut, Tersangka dan korban telah melakukan proses perdamaian secara sukarela pada 5 Agustus 2025. Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan menyatakan tidak akan mengulanginya.
Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 3 (tiga) perkara lainnya, yaitu: Tersangka Jamaris bin Alm. Zainudin, dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, Tersangka Revi Yulia, S.Kel. alias Kak Tari binti Alm. Anas B dari Kejaksaan Negeri Aceh Selatan, dan Tersangka Hendri Yaputra alias Afen anak dari Awon, dari Kejaksaan Negeri Pangkalpinang.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain: Telah dilaksanakan proses perdamaian, Para Tersangka belum pernah dihukum, dan Para Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Dengan demikian, Jaksa Agung RI melalui JAM-Pidum menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan meminta para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Keputusan ini diambil sebagai perwujudan kepastian hukum dan untuk memberikan kesempatan kepada para tersangka untuk memperbaiki diri dan memulai hidup baru.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020,” pungkas JAM-Pidum.
(Larty).