REPORTASE JAKARTA JAKARTA – Hari Pers Nasional (HPN) 2025 menuai kontroversi akibat polemik legalitas dua kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Berbagai pihak mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk tidak menghadiri acara tersebut, mengingat status hukum organisasi pelaksananya yang tidak jelas dapat menurunkan kredibilitas kepala negara. *Dualisme PWI: Legalitas yang Dipertanyakan* HPN 2025, yang awalnya dirancang sebagai momentum penting bagi dunia pers, justru menjadi ajang perdebatan. Dua kepengurusan PWI—masing-masing dipimpin oleh Hendry Ch. Bangun dan Zulmansyah Sekedang—mengklaim peran sentral dalam acara ini. Namun, keduanya tidak memiliki pengesahan resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Menurut Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), ketiadaan legalitas ini menjadi isu serius. “Jika acara ini dihadiri Presiden, hal itu bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap organisasi yang status hukumnya belum diakui negara,” ujar Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 48 Lemhannas RI tahun 2012 *Dua Versi Perayaan HPN 2025* Acara yang digagas Hendry Ch. Bangun dijadwalkan berlangsung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dengan tema mendukung program pemerintah di bidang ketahanan pangan dan pembangunan daerah. Di sisi lain, Zulmansyah Sekedang mengusulkan HPN 2025 sebagai momentum refleksi insan pers, namun tetap dengan fokus yang serupa. Meskipun agenda yang dirancang, seperti…
Read more