– Modus utama: Pemalsuan dokumen, tumpang tindih sertifikat, manipulasi data pertanahan
– Pihak terindikasi: Oknum notaris/PPAT, pejabat BPN, perangkat desa
– Dampak langsung: Rakyat kehilangan tanah, negara kehilangan potensi pendapatan ratusan miliar rupiah Taktik Mafia Tanah yang Licik Menurut Dr. Herman, para mafia tanah memanfaatkan celah hukum dan birokrasi untuk mengambil alih tanah rakyat. Mereka menggunakan dokumen palsu untuk mengklaim lahan dalam sengketa, memanipulasi sistem pendaftaran tanah, dan dalam beberapa kasus, menyuap aparatur hukum untuk memenangkan perkara. “Ada praktik sistematis yang melibatkan oknum notaris, BPN, bahkan kepala desa. Ini bukan kelalaian administratif, tapi bentuk kejahatan struktural,” katanya. Petani Jadi Buruh di Tanah Sendiri Fakta memilukan terungkap: tanah yang telah digarap selama puluhan tahun oleh warga kini telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, dikuasai korporasi atau individu yang mengantongi SHM hasil manipulasi. Ironisnya, bekas pemilik tanah kini justru menjadi buruh harian di lahan miliknya sendiri. “Ini menyangkut kehormatan, sejarah keluarga, dan kelangsungan hidup. Tidak bisa dibiarkan,” ujar Dr. Herman. Dr. Herman mendesak pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum untuk tidak tinggal diam. “Mafia tanah bukan hanya soal sengketa kepemilikan, tetapi kejahatan terorganisir yang mengancam hak masyarakat dan integritas negara. Dibutuhkan langkah berani dari seluruh pemangku kepentingan—pemda, penegak hukum, hingga lembaga pertanahan—untuk membongkar jaringan ini dan mengembalikan hak-hak rakyat yang telah dirampas,” tegasnya. Kerugian Ekonomi dan Ancaman Masa Depan Praktik mafia tanah tidak hanya menimbulkan trauma hukum dan ketidakadilan sosial
[17/5, 15.03] Meta AI: Mafia Tanah Menghantui Kalimantan Barat: Praktik Korupsi yang Menggerogoti Hak Masyarakat Fenomena mafia tanah kembali menghantui Kalimantan Barat. Di sejumlah wilayah, rakyat yang telah menggarap dan menempati tanah selama puluhan tahun terpaksa tergusur menyusul terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pihak lain—yang diduga kuat merupakan hasil manipulasi administrasi dan kolusi. Praktik Mafia Tanah yang Sistematis Dr. Herman Hofi Munawar, pengamat kebijakan publik, menyebut bahwa praktik mafia tanah di Kalbar telah mencapai titik darurat. Ia menyebut, kejahatan pertanahan ini tidak lagi berdiri sendiri, melainkan telah menjelma sebagai jaringan terorganisir lintas sektor. “Masyarakat tergusur, negara dirugikan, dan belum terlihat langkah konkret dari pemda maupun aparat penegak hukum,” tegas Dr. Herman. Fakta Kasus yang Mengkhawatirkan – Wilayah terdampak: Seluruh 14 kabupaten/kota di Kalbar
– Modus utama: Pemalsuan dokumen, tumpang tindih sertifikat, manipulasi data pertanahan
– Pihak terindikasi: Oknum notaris/PPAT, pejabat BPN, perangkat desa
– Dampak langsung: Rakyat kehilangan tanah, negara kehilangan potensi pendapatan ratusan miliar rupiah Taktik Mafia Tanah yang Licik Menurut Dr. Herman, para mafia tanah memanfaatkan celah hukum dan birokrasi untuk mengambil alih tanah rakyat. Mereka menggunakan dokumen palsu untuk mengklaim lahan dalam sengketa, memanipulasi sistem pendaftaran tanah, dan dalam beberapa kasus, menyuap aparatur hukum untuk memenangkan perkara. “Ada praktik sistematis yang melibatkan oknum notaris, BPN, bahkan kepala desa. Ini bukan kelalaian administratif, tapi bentuk kejahatan struktural,” katanya. Petani Jadi Buruh di Tanah Sendiri Fakta memilukan terungkap: tanah yang telah digarap selama puluhan tahun oleh warga kini telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, dikuasai korporasi atau individu yang mengantongi SHM hasil manipulasi. Ironisnya, bekas pemilik tanah kini justru menjadi buruh harian di lahan miliknya sendiri. “Ini menyangkut kehormatan, sejarah keluarga, dan kelangsungan hidup. Tidak bisa dibiarkan,” ujar Dr. Herman. Seruan Tegas untuk Membongkar Jaringan Mafia Tanah Dr. Herman mendesak pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum untuk tidak tinggal diam. “Mafia tanah bukan hanya soal sengketa kepemilikan, tetapi kejahatan terorganisir yang mengancam hak masyarakat dan integritas negara. Dibutuhkan langkah berani dari seluruh pemangku kepentingan—pemda, penegak hukum, hingga lembaga pertanahan—untuk membongkar jaringan ini dan mengembalikan hak-hak rakyat yang telah dirampas,” tegasnya. Kerugian Ekonomi dan Ancaman Masa Depan Praktik mafia tanah tidak hanya menimbulkan trauma hukum dan ketidakadilan sosial, tetapi juga memperbesar ketimpangan ekonomi. Ketidakpastian hukum atas tanah menghambat investasi, memperlambat pembangunan, dan menciptakan ketimpangan struktural antara elite dan masyarakat adat maupun petani lokal. “Kalau tidak segera ditangani, mafia tanah akan menggerogoti sendi-sendi pembangunan dan memperlebar jurang kemiskinan,” kata Herman. (Jono 98).