Namun setelah uang dikirim, mobil tidak pernah dikirimkan. Tersangka hanya mengirimkan foto dan video kendaraan. Bahkan, tersangka sempat mengaku telah mentransfer pengembalian dana, namun faktanya tidak ada uang yang masuk ke rekening korban. Penyelidikan mengungkap bahwa tersangka sejak awal memang tidak berniat mengirimkan mobil dan langsung menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi. Antara lain;
– Perawatan rumah: Rp6.500.000
– Cicilan mobil: Rp10.000.000
– DP mobil Ertiga: Rp50.000.000
– Pembelian HP: Rp24.500.000
– DP Hilux atas nama orang lain: Rp10.000.000
– Pembelian mobil Hilux (atas nama orang lain): Rp235.000.000
– Pembelian emas: Rp30.169.000
– Angsuran rumah: Rp15.000.000
Dari total Rp420 juta, tersangka baru mengembalikan sekitar Rp80 juta secara bertahap. Penyidik memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka setelah melalui pertimbangan matang. Salah satunya, karena tersangka diketahui sering berpindah alamat dan sulit dilacak, sehingga dikhawatirkan akan menghambat proses hukum. AKBP Roby menambahkan bahwa penyidik sebenarnya telah membuka ruang untuk pendekatan restorative justice antara pelapor dan tersangka. Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan perdamaian yang tercapai, dan upaya penyelesaian secara musyawarah tidak menemukan titik temu. “Kami terbuka pada solusi damai, tetapi proses itu membutuhkan itikad baik dari kedua belah pihak. Dalam kasus ini, belum ada pengembalian kerugian secara menyeluruh, sehingga proses hukum tetap kami lanjutkan,” jelasnya. Polres Metro Jakarta Pusat mengimbau masyarakat agar tidak mudah mempercayai informasi yang hanya bersumber dari potongan gambar atau narasi sepihak di media sosial, tanpa memahami konteks utuh dan fakta hukum yang sebenarnya. “Kami terbuka terhadap kritik, tetapi kami juga mengajak masyarakat untuk lebih bijak dan cermat. Jangan sampai proses penegakan hukum yang sedang berjalan terganggu oleh opini publik yang dibentuk tanpa dasar dan data,” tutup AKBP Roby. Polres Metro Jakarta Pusat menegaskan, penanganan kasus ini dilakukan secara profesional dan akuntabel. Hak tersangka tetap dihormati, namun pada saat yang sama, hak korban untuk mendapatkan keadilan pun harus dipenuhi. (Red).