khususnya Pasal 12 huruf e dan f, serta Pasal 94 Ayat (1) huruf a dan b, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Pasal 39 Ayat (1), yang mengatur tentang penggelapan pajak melalui laporan tidak benar atau dokumen fiktif, dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga empat kali jumlah pajak yang tidak dibayar. UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),
Pasal 3 dan 4, terkait dugaan penggunaan dana hasil kejahatan kehutanan dan transaksi ilegal, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar. Keberhasilan Penangkapan ini dipicu oleh desakan keras tokoh adat Dayak Kalimantan Barat, Datok Laway alias Panglima Bunga, yang mengutuk keras ketimpangan hukum. Sebelumnya, tiga pekerja penarik rakit kayu terlebih dahulu ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, padahal mereka disebut hanya sebagai buruh harian lepas tanpa peran pengambil keputusan. Tangkap yang menyuruh, bukan yang disuruh. Rakyat kecil hanya mencari makan. Pelaku intelektualnya itu yang harus diproses!” tegas Datok Laway dalam pernyataan tertulisnya. Warga Ketapang juga mempertanyakan mengapa hingga kini tidak ada transparansi mengenai alur distribusi kayu dan penerima manfaat ekonomi dari hasil kejahatan lingkungan tersebut. Mereka menilai bahwa penegakan hukum masih belum menyentuh aktor besar lain dalam rantai distribusi dan pencucian uang hasil kejahatan hutan. Tokoh adat dan organisasi sipil di Ketapang mendesak agar Gakkum segera membebaskan tiga pekerja penarik rakit yang ditahan. Mereka juga menuntut dibentuknya tim independen untuk menyelidiki dugaan keterlibatan pihak lain termasuk pengusaha pembeli, pemilik industri kayu, hingga oknum pejabat yang diduga ikut melindungi aktivitas ilegal ini. Penegakan hukum harus adil dan transparan. Jangan berhenti pada pelaku lokal. Mafia besar, penerima hasil, dan pelindungnya harus dibongkar,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya. Hingga berita ini diterbitkan, redaksi masih berupaya memperoleh konfirmasi dari pihak Balai Gakkum Kalimantan, Dinas Kehutanan Kalbar, dan PPATK terkait kemungkinan pelacakan aliran dana dalam transaksi kayu ilegal tersebut. Sumber : Masyarakat Publik dan Tokoh Adat